Monday 21 September 2015

Kita

Sebuah perumpamaan yang biasa didapat dalam gurauan tetangga, kadang terasa sangat menyebalkan. Misalnya rambut lurusmu yang lebih dikira mi lidi, atau rambut keritingmu yang pasti akan dikira mi instan sachetan. Apalagi mereka yang cuma ikut- ikutan. Rasanya pengen sekali mengirim mereka kuliah ke luar negeri, biar pinter.

Sedikit bernegosiasi tentang menjadi apa kita nanti, seharusnya sudah dari sekarang kita membuat pilihan yang matang perihal pashion atau pekerjaan. Kamu yang hobi makan, kamu yang hobi musik, kamu yang suka ngopi, kamu yang suka main komputer, kamu yang suka tulis menulis, kamu yang suka ngelukis, kamu yang suka berkeringat, kamu yang suka bola, dan kamu yang suka diam- diam merencanakan sesuatu yang besar. Yah, apapun kesukaanmu itu.

Disela- sela pelajaran dijam- jam akhir menjelang pulang, mengantuk adalah kegiatan yang sangat tak bisa duragukan potensinya. Bahkan, seberapa kuat kita menahannya, tetap saja kita bisa tertidur. Beruntung kalu guru di depan bisa berkompromi, kalau tidak, selamat menerima kado dari guru itu.

Kita, berjalan. Kita, berbicara. Kita, beraktifitas seperti biasa. Tapi, kenapa dengan ini. Tidakkah bisa kita untuk tidak saling menertawakan keseriusan? Membuatnya menjadi sedikit mudah dan bisa segera direncanakan? Saling meragukan. Kenapa tidak kita saling meyakini bahwa ini memang sudah digariskan? Apa perasaan ini? Biasakah kita tidak usah mempertanyakan dan menjalaninya saja?

Berbuat semau dan sebisa yang kita bisa, kita tetap harus mempertanggungjawabkan itu nanti. Disela- sela tulisan yang kita tulis, diantara pertama dan kedua, dintara proses yang selalu butuh waktu, kita hanya akan saling melukai.


No comments:

Post a Comment