Thursday 11 June 2015

Awal Minggu

Berjarak beberapa denting waktu dari sekarang, kita pernah mendengar celoteh anak berbakat. Apakah itu akan menuju masa depan? Ataukah akan kembali ke masa lalu? Atau mungkin saja kembali ke awal minggu di minggu kemarin.

Aku mengingat sesuatu tentang anak itu.

Awal minggu ku awali dengan pergi ke jembatan perumpamaan. Mengikuti jejak kaki- kaki kosong yang bertabur dan beku. Kaki kaki yang dengan sengaja membuat perumpamaan menjadi jalan yang harus dijalani. Aku terkejut ketika anak itu bahkan tak memiliki apapun. Tak memilki perumpamaan apapun untuk dirinya sendiri nanti. Dia sibuk dengan dirinya dan arena bermainnya. Dia sibuk untuk tidak memikirkan apapun. Anak ini adalah pelaku yang tulus nantinya. Aku bertaruh.

Minggu kedua di di bulan kemarin, aku menyapa taman pertimbangan. Menyimak perintah dan larangan sebagai lanjutan peran sebelumnya. Mempermainkan aroma- aroma apa saja. Ini membosankan, dan tidak aku lanjutkan. Soal anak itu, biar saja.

Minggu berikutnya, tak sempat aku pergi kemanapun.

Minggu terakhir, jalan- jalan mungkin bisa menemukan apa saja. Sebenarnya yang dilakukan anak kecil itu adalah untuk orang lain. Dia selalu menang dalam setiap permainan. Dan dia selalu dipuji karena itu. Seperti kisah Aoime, bahwa selalu menang tidak terlalu baik untuk si pemenang. Anak kecil itu akhirnya menurunkan standart dirinya dalam melakukan apapun. Agar apa? Agar dia tidak lagi dipuji dan agar dia dirasa sepadan dengan teman yang lain. Lagi- lagi dia melakukannya untuk orang lain.

Lain kali kalau aku bertemu anak bodoh itu, aku akan memberikan arloji yang mati agar dia memperbaikinya. Dia adalah patokan untuk orang lain, jadi sampai kapanpun dia tak boleh berhenti.

No comments:

Post a Comment